Foto dan Tulisan Oleh: Damayanti
 |
Pemandangan di Sitombom |
Tahun 2018 jadi momen tidak terlupakan saat aku pindah ke Tanah Batak. Bersyukur, cita-citaku untuk tinggal di pedesaan dipenuhi gunung, bukit dan hutan, tercapai. Sudah lama aku merindukan untuk tinggal jauh dari kebisingan, hiruk-pikuk dan kriminilitas di kota.
Kota tempatku tinggal itu Medan. Jenuh dengan polusi dan cuaca panas. Tidak hanya itu, aku merasa sedikit terkuras secara perasaan karena melihat begitu banyak persaingan di kota. Aku ingin tinggal dimana aku tidak diburu-buru oleh tenggat waktu. Bisa menikmati waktu santai dan suasana hati lebih damai.
Pernah satu kali saat curhat ke seorang teman kerja di sekolah begini,”Aku paling gak suka dengan aksi sikut-menyikut di tempat kerja,”.
Temanku menjawab,”Kalau begitu, kau cocoknya tinggal di hutan! Biar gak kau lihat sikut-menyikut di dunia kerja!”. Kata-katanya itu terngiang hingga saat ini di telingaku. Itu buatku sadar.
 |
Di Bukit Sirikki |
 |
Di Bukit Sirikki |
Kata-katanya memang benar! Sebab sebuah riset mengatakan, orang yang senang tinggal atau menjelajahi hutan pada dasarnya tidak suka hiruk-pikuk kota. Tidak suka dengan keadaan di kota yang kadang penuh kepalsuan.
Ucapan kawanku cocoknya tinggal di hutan itu tergenap. Sudah hampir tiga tahun aku tinggal di Girsang. Di kampung yang masih dekat dengan Hutan Lindung. Awalnya, aku mengganggap tempat tinggalku biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Tapi anggapan itu belakangan berubah.
Tahun 2019 aku ke Medan berkunjung atau kembali ke rumah mamaku. Begitu tiba di Medan, aku langsung ingin segera kembali ke Girsang. Badanku seperti terbakar oleh panasnya matahari. Tidak hanya karena hawa panas dan debu. Aroma tak sedap pun menyengat hidungku. Aku sesak nafas, ingin mencari udara segar dan bersih seperti di tempat tinggalku di Girsang.
Aku sadar, ada perbedaan besar antara Medan dengan Kawasan Girsang
Sipanganbolon. Aku lihat sekelilingku begitu banyak pohon. Tak heran udara begitu segar dan pemandangan asri. Adanya hutan di Kawasan Girsang buatku memperoleh pasokan oksigen setiap bernafas. Sadar akan manfaat hutan buatku sangat ingin mendukung kelestarian hutan.
Namun, di tahun 2021, tepatnya pada 21 Mei, aku menyaksikan banjir di Kota Parapat, yang tidak jauh dari Girsang 1. Peristiwa banjir di Parapat ini bukan pertama kalinya. Sejak 2018 aku pindah ke Samosir dan belakangan pindah ke Girsang, aku sudah sering melihat banjir dan longsor.
Aku sangat penasaran mengapa Parapat begitu sering banjir dan longsor. Ada apa? Belakangan aku kaget melihat situasi Hutan Lindung di Sitahoan, Kabupaten Simalungun, yang posisinya berada di balik gunung Girsang 1.
Aku menyaksikan sendiri situasi Hutan Lindung itu berkotak-kotak. Maksudnya, digunduli dan dikonversi menjadi perladangan. Bagiku itu penjarahan terhadap Hutan Lindung. Tapi, ya, sulit untuk dijelaskan. Terlalu kompleks untuk ku ceritakan di sini.
Hutan Penting
Tapi yang awalnya aku menganggap tempat tinggalku biasa saja. Belakangan, aku sangat bersyukur karena tinggal dekat hutan. Sebab, aku sadar hutan sangat penting khususnya sebagai sumber pangan. Ada banyak jenis makanan dari hutan yang sering sekali tidak diketahui anak-anak.
Hutan dapat diibaratkan seperti apotek, gudang, supermarket, dan sumber pangan lainnya yang menyediakan semua kebutuhan manusia. Selain sebagai sumber pangan, hutan juga merupakan cagar alam dan suaka margasatwa alami.
Jika hutan punah, itu sama saja menimbulkan peluang industri-industri tutup, manusia kekurangan makanan, dan spesies binatang punah. Industri-industri selama ini bisa berjalan karena mengandalkan sebagian besar bahan dasar dari hutan. Mulai dari tanaman pangan, rempah-rempah, hingga lauk seperti ikan di sungai dari hutan.
Lebih parah lagi. Penebangan hutan memengaruhi iklim bagi seluruh bola bumi. Hutan dijuluki paru-paru bumi yang hijau karena hutan menyerap karbon dioksida dari udara dan menggunakan karbon itu untuk membentuk batang, dahan dan kulit kayu. Bila hutan terbakar, semua karbon dibuang ke udara.
Padahal, manusia sudah membuang karbondioksida begitu banyak melalui bahan bakar minyak dan aktivitas lainnya, sehingga bumi ini cenderung lebih panas. Hal itu diistilahkan efek rumah kaca, yang akan mengancam, melelehkan tudung es di kutub dan menaikkan permukaan laut, sehingga membanjiri daerah-daerah pantai.
Guna mengantisipasi hal tersebut. Menanam kembali tanah yang sudah kosong atau tandus merupakan solusi terbaik dan paling pasti. Sebab, kelanjutan hidup manusia dari generasi ke generasi bergantung pada makanan, pakaian, dan pernaungan. Itu semua berasal dari hutan-hutan yang menghasilkan berbagai produk.
Maka tidak berlebihan bila pohon-pohon digambarkan sebagai pabrik ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah.
Sebuah pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia.
Dengan bahan bakar sinar matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk menghasilkan makanan, secara langsung atau tidak langsung, bagi hampir semua kehidupan di bumi. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.
Banyak orang, khususnya para pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke pasar modal atau sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin berkurang, investasi terbaik adalah menanam pohon. Entah itu di lahan sendiri atau lahan umum.
Karena pohon-pohon akan memberikan imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para pebisnis. Juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah pohon dan menikmati buahnya.
Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam.
Bisa juga dijadikan sebagai lokasi budidaya ikan seperti lele dan gabus. Namun, dibutuhkan orang yang benar-benar sabar, hobi terhadap tanaman dan hewan, dan mencintai alam, untuk menjadikannya sumber penghasilan. Makanya saya memilih untuk tinggal di Hutan Girsang 1.